Focus Group Discussion (FGD) Kajian Dampak Ekonomi dan Sosial Program Restorasi Lahan Sawit menjadi Hutan Lindung: Dampak Ekonomi dan Sosial Penetapan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pen

Rapat tersebut dipimpiun dan dibuka oleh Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Regina Ariyanti, ST. mewakili Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, DR. Ekowati Retnaningsih, SKM., M.Kes, kemudian dihadiri oleh Perangkat Daerah Provinsi Sumsel, Tim Restorasi Gambut Daerah Provinsi Sumsel, Perangkat Daerah Kabupaten Musi Banyuasin, Pascasarjana Pengelolaan Lingkungan Hidup UNSRI, serta diikuti oleh Staf Bappeda Provinsi Sumatera Selatan.

Pembukaan oleh Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Prov. Sumsel (Ibu Regina Ariyanti). Adapun beberapa hal yang disampaikan, yakni sebagai berikut: Pertemuan ini dilakukan dalam rangka menindaklanjuti Surat Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Selatan nomor: 005/0840/Bappeda-IV/2018 tanggal 24 Mei 2018 perihal undangan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Dampak Ekonomi dan Sosial Program Restorasi Lahan Sawit menjadi Hutan Lindung.

Berdasarkan poin 1, pertemuan ini didasarkan atas Surat Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) nomor:5577/UN2.F6.D2.LPM/PPM.SKP/2018 tanggal 20 Mei 2018 perihal permohonan membuka acara FGD dan Narasumber. Dalam hal ini, pihak KPEM FEB UI sedang melakukan penelitian berjudul “Studi Dampak Ekonomi dan Sosial Program Restorasi Lahan Sawit menjadi Hutan Lindung”.

Tujuan Pertemuan ini adalah untuk mendapat pandangan dan masukan dari stakeholders terkait atas: Dampak Implementasi PP No. 57/2016 terhadap pemilik lahan dan pengelola perkebunan kelapa sawit, Kebijakan land swap yang diberikan pemerintah kepada pemilik lahan dan pengelola perkebunan kelapa sawit, serta Panangan terhadap PP No. 57/2016 dan peraturan turunannya dari sisi kebijakan dan keberhasilan implementasinya.

Dilihat dari PP No. 57/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, bahwa lokasi yang menjadi zona lindung, tidak diperbolehkan sampai HGU selesai, kemudian kembali ke fungsi awal. Hal ini menjadi antisipasi apabila PP 57/2016 diterapkan. Pemprov Sumsel harus juga memperhitungkan dampak sawit dan karet, di mana menjadi unggulan sumsell baik pertambangan dan perkebunan (padi dan kopi), sejauh mana pula hulunya berkurang, hilirnya seperti apa. Dilihat dari sisi ekonomi baik cost dan benefit yang hilang, luas yang terdampak, dan CSR juga.

Harapannya LPEM UI dapat menyampaikan hasil kajian ke Pemprov Sumsel yang dapat menjadi masukan kebijakan daerah.

Dalam kesempatannya, paparan disampaikan dari LPEM FEB UI (Dr. Riyanto) bahwa PP No. 57/2016 merupakan revisi dari PP No. 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dilatarbelakangi dari kebakaran hutan dan lahan tahun 2015. Spirit PP No. 57/2016 adalah mengatasi kebakaran hutan dan lahan, serta mengenaii World bank pada tahun 2015 telah melakukan perhitungan dampak lingkungan yang ditimbulkan yakni sebesar 230 Triliun kerugiannya, sedangkan aspek ekonomi belum pernah dihitung, maka LPEM UI akan mengkaji dampak ekonomi dan sosial berdasarkan masukan dari pelaku industri dan stakeholder terkait sehingga dapat diketahui mitigasinya.

Kemudian dilanjutkan paparan oleh Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Regina Ariyanti terkait peranan perusahaan dalam konteks ekonomi daerah.

Hasil tindaklanjut Diharapkan masukan-masukan yang telah disampaikan oleh stakeholder terkait dapat diakomodir dalam kajian dampak ekonomi dan sosial Program Restorasi Lahan Sawit menjadi Hutan Lindung serta hasil Kajian yang dibuat oleh LPEM UI mengenai Kajian Dampak Ekonomi dan Sosial Program Restorasi Lahan Sawit menjadi Hutan Lindung dapat disampaikan ke Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan dapat pula memberikan masukan ke Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. *Bappeda.SS