Sumatera Selatan Terpilih Sebagai Salah Satu Provinsi yang Dijadikan Pilot Project Kajian Kerangka Nasional Kebijakan Konsep “Land Value Capture” yang Difasilitasi oleh Asian Development Bank.

Selain DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan (Makasar), Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi  yang dijadikan pilot project  oleh Asian Development Bank mengenai Land Value Capture. Olehkarenanya pada tanggal 09 Oktober 2019 Bappeda Provinsi Sumatera Selatan mengadakan rapat terkait Kajian Kerangka Nasional Kebijakan Konsep “Land Value Capture” di Palembang Metropolitan (Khususnya Kota Palembang dan Kawasan KEK Tanjung Api-Api) yang berlangsung di ruang rapat Rapat Dapuntahyang Bappeda Provinsi Sumatera Selatan pada pukul 14.00 WIB serta dipimpin dan dibuka langsung oleh Kabid Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi Sumatera Selatan H. Dwiva Putra, SP., M.SE .

Untuk diketahui, Land Value Capture (LVC) adalah suatu pendekatan dimana pemerintah menciptakan meningkatnya nilai suatu lahan melalui berbagai program yang meningkatkan aksesibilitas dari suatu lahan atau melalui regulasi. Setelah nilai dari suatu lahan berhasil ditingkatkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memperoleh hasil dari nilai tambah yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Selanjutnya, hasil yang diterima melalui kebijakan berpendekatan LVC digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur serta untuk mengatasi implikasi negatif yang ditimbulkan oleh infrastruktur. LVC mampu menciptakan perpindahan manusia yang lebih efisien, menekan subsidi, dan menciptakan ruang fiskal.

Investasi publik, seperti membangun transportasi atau fasilitas saluran pembuangan, dapat meningkatkan nilai tanah yang berdekatan, menghasilkan keuntungan yang tidak dibayar untuk pemilik tanah pribadi. Nilai yang belum merupakan pendapatan (kenaikan nilai tanah yang jika tidak menguntungkan pemilik tanah swasta bebas biaya) dapat "ditangkap" secara langsung dengan mengubahnya menjadi pendapatan publik. Dengan demikian, value capture menginternalisasi eksternalitas positif dari investasi publik, yang memungkinkan lembaga publik untuk mengenakan pajak kepada penerima manfaat langsung dari investasi mereka.

Yudi, dari kementerian Perekonomian Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengatakan “ Konsep Land Value Capture (LVC) ini sangat mungkin untuk diterapkan di tengah kebutuhan akan infrastruktur yang sangat tinggi sementara  pembiayaan yang dimiliki pemerintah semakin terbatas. Inti dari LVC ini adalah   project publik yang dibangun melalui dana dari masyarakat, seharusnya hasilnya bisa kembali ke masyarakat, ujarnya.

Faris dari Price Water House Cooper Singapore, konsultan yang diminta ADB membantu penyusunan dokumen LVC di Indonesia dalam kesempatannya  mengatakan bahwa “Hasil kajian ini rencananya  akan dijadikan agenda pembangunan dalam RPJMN yang nantinya akan dipaparkan Bapak Presiden Jokowi di depan DPRD.

Dalam kesempatan ini kemi membutuhkan data, aspirasi dan informasi misalnya tentang Patungraya, Kami membutuhkan masukan apakah konsep ini nantinya terlalu jakarta centris sehingga tidak bisa diterapkan dan lain-lain, ujar Faris.

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa LVC  ini diterapkan tatkala ekonomi tumbuh, LVC  digunakan untuk kepentingan publik tidak hanya untuk membangun tapi juga dapat digunakan untuk operasional. Contoh LRT yang butuh operasional yang tinggi bisa diterapkan konsep LVC ini.

Kenapa pemerintah memerlukan LVC? Berdasarkan analisas dalam RPJMN,kebutuhan pengeluaran untuk  pembangun  infrastruktur sangat tinggi tapi dari sisi penerimaan sangat terbatas inilah yang menjadi tantangan. Selama ini kita sudah mengenal KPBU tapi persiapan untuk KPBU itu  tidak sebentar makanya Jokowi selama ini banyak menggunakan pola penugasan. Artinya diperlukan pendanaan lain salah satunya melalui LVC, inilah yang menjadi dasar kajian LVC ini. LVC tidak serta merta hanya menangkap pajak Bumi dan Bangunan, tapi lebih dari itu  LVC  dapat juga menggali aspek-aspek ekonomi lain,  misalnya contohnya di Singapura LVC menangkap misalnya gaya hidup, tegas Faris.

Selanjutnya Faris memberikan contoh lain LVC dari sektor pemerintah yaitu  retribusi akibat perbaikan kondisi. Misalnya terjadi peningkatan sarana dan prasarana  di Jakabaring akibat adanya LRT sehingga warga yang tinggal di sana bisa dimintai kontribusi untuk pemeliharaan infratruktur LRT. Contoh LVC dari sektor Master Developer misalnya DUFAN yang  dulu adalah milik pemerintah melalui BUMD yg saking majunya dibeli oleh swasta dan sampai saat ini saham pemerintah hanya sebasar 40%. Pemerintah diuntungkan dari pembangunan yang dilakukan oleh  swasta, ungkapnya.

Di akhir paparannya, Faris mengatakan bahwa “ keluaran kajian ini adalah regulasi apa yang bisa membuat nyaman semua pihak jangan sampai regulasi yang dihasilkan  bisa membuat dispute. Melalui pertemuan ini diharapkan terjadi proses tukar fikiran dan pandangan dari elemen yang berbeda sehingga kajian ini tidak berkesan hanya Jakarta Centris,” tuturnya.

Kabid Perekonomian Pembangunan, Dwipa selanjutnya mengatakan bahwa ,” konsep LVC ini belum familiar bagi kita, namun  dari penjelasan tadi, dengan LVC ini pemerintah punya opsi u menangkap peluang dari projek projek pemerintah di suatu wilayah. Sampai saat ini kita belum bisa menangkap hasil pembangunan dari projek yang telah dibangun, jelasnya.

Dwipa juga berharap agar Kota Palembang dapat memanfaatkan kesempatan ini agar nantinya dapat meningkatnya bergaining power pemerintah daerah ke depan melalui LVC, ujarnya.

Di akhir diskusi, Yudhi menegaskan kembali bahwa “konsep LVC ini pada prinsipnya peningkatan nilai ekonomi suatu area tidak membebani masyarakat maupun pihak swasta” tegasnya.